Dunia berkali-kali menyaksikan kekuasaan dari para diktator yang berakhir dengan kehinaan dan cemoohan rakyatnya sendiri.
Bahkan ada pula di antara mereka yang hidupnya berakhir akibat
kekejamannya sendiri selama memimpin, seperti yang terjadi pada bekas
presiden Rumania Nicolae Ceausescu.
Tapi, apa sebenarnya yang membuat seseorang bisa menjadi kejam dan
menjadi seorang diktator? Ternyata kecenderungan seseorang menjadi
diktator tidak terbentuk dalam satu malam.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Stanford University pada 1971
pernah melakukan eksperimen untuk menguji kecenderungan manusia terhadap
kekuasaan. Dalam penelitian itu, sekelompok mahasiswa secara acak
berperan sebagai tahanan, sementara kelompok mahasiswa lainnya berperan
sebagai penjaga tahanan.
Pada perkembangannya, para mahasiswa yang menjadi penjaga tahanan
kemudian berubah menjadi kejam dan menekan. Di sisi lain, mahasiswa yang
berperan sebagai tahanan, justru mulai menjadi orang yang pasif.
Akhirnya, walaupun belum sampai seminggu, riset tersebut kemudian
buru-buru dihentikan.
Sebuah penelitian yang dilakukan pada 2010 dan dipublikasikan pada
sebuah jurnal ilmu psikologi, menemukan bahwa orang-orang yang merasa
dirinya berada dan berkecukupan, ternyata lebih buruk dalam membaca
emosi orang lain, daripada orang-orang yang merasa dirinya miskin.
Menurut Dacher Keltner, salah seorang peneliti dari University of
California-Berkeley, hal itu mungkin disebabkan oleh orang-orang yang
tidak memiliki kekuasaan terbiasa untuk membangun aliansi dengan orang
lain.
Sementara, orang-orang yang memiliki kekuasaan, kata Keltner,
biasanya bisa melakukan hal-hal yang ia inginkan. "Saat Anda mendapatkan
kekuasaan, Anda akan berhenti untuk aktif dari lingkungan sosial Anda,"
ujar Keltner kepada LiveScience.
Maka selanjutnya, orang ini tidak bisa membaca kondisi emosi dari
orang lain dengan baik. "Anda tidak akan memiliki pemahaman terhadap
kondisi sosial yang penting, seperti kemiskinan," Keltner menjelaskan.
Tak heran bila kemudian kekuasaan membuat seseorang menjadi impulsif,
egois dan tidak bisa bersikap secara proporsional. Bahkan hal ini akan
membuat orang itu menjadi terisolir.
Sebuah studi lainnya yang dipublikasikan pada Psychological Science 2009,
mengatakan bahwa orang yang telah 'terlatih' untuk berfikir bahwa
dirinya berkuasa, biasanya sangat percaya bahwa mereka bisa
mengendalikan situasi, bahkan terhadap sebuah kondisi yang acak, seperti
saat ia musti 'berjudi' dengan dadu.
Oleh karenanya, seorang tiran seperti Hosni Mubarak, biasanya
memiliki kombinasi: gila kekuasaan, berhenti mendengarkan orang, bahkan
percaya bahwa ia masih memiliki kontrol terhadap peristiwa yang acak.
"Ilusi terhadap kontrol bisa menjadi salah satu jalan di mana kekuasaan
justru menggiring ke kematiannya sendiri."