KENANGAN- Indra Azwan (52), menujukkan foto dirinya saat bertemu Presiden SBY di Istana
Tak pernah tebersit di benak Indra Azwan, dirinya harus kembali berjalan
kaki dari Malang menuju Jakarta. Tapi, mungkin itulah pengorbanan yang
harus ditebus seorang ayah untuk mendapatkan sebuah keadilan yang
setimpal atas kematian anaknya.
Indra Azwan (52), warga Jl Genok Watu Barat 95, Kota Malang, tiba-tiba
saja ingin kembali melakukan aksinya seperti tujuh bulan lalu, berjalan
kaki dari Kota Malang menuju Jakarta untuk menuntut keadilan atas
kematian anaknya. Ini karena janji pemerintah yang pernah diterimanya,
tak pernah terwujud sesuai keinginannya.
“Saya ingin kasus anak saya segera diselesaikan. Saya bosan dengan
janji-janji, saya nggak mau menunggu lagi,” tutur Indra, Jumat (18/2).
Bulan Agustus 2010 lalu, pria ini pernah berjalan kaki selama 22 hari
dari Kota Malang menuju Istana Negara untuk mengadukan kasus yang
menimpa anaknya kepada Presiden. Rifki Andika (12), putra Indra, tewas
dalam kecelakaan maut di Jl Letjen S Parman, Kota Malang akibat ditabrak
mobil yang dikemudikan polisi bernama Kompol Joko Sumantri pada 1993
silam.
Ironisnya, dari kecelakaan maut ini, Joko lolos dari jerat hukum.
Bahkan, kata Indra, ia sekarang dikabarkan menduduki sebuah posisi baru
di kepolisian. Dari sinilah, Indra menuntut agar ada keadilan yang
setara.
Kepergian Indra ke Jakarta kali ini juga untuk mengembalikan uang yang
diberikan Istana dan Kapolda Jatim waktu itu (Irjen Pol Pratiknyo, red).
Indra mengaku menerima uang tunai senilai Rp 25 juta dari Istana.
Sedangkan dari Irjen Pratiknyo, Rp 2,5 juta.
“Maksud dari uang ini mungkin agar saya tidak berbicara di luar. Ini kan sama artinya dengan suap,” kata Indra.
Pemberian uang ini, cerita Indra, terjadi pada 10 Agustus 2010 selepas
bertemu Presiden. Dalam pertemuan itu, kata Indra, dirinya mengetahui
langsung Presiden memerintahkan kepada Kapolri, Menkumham, dan Satgas
Mafia Hukum yang hadir di ruangan itu untuk memerhatikan kasusnya. “Pak
Presiden bilang langsung ke Kapolri, Pak Patrialis, dan Deny Indrayana
untuk perhatikan kasus saya. Tolong saudara kita dari Jawa Timur ini
diperhatikan,” ucap Indra menirukan SBY waktu itu.
Sayang perintah sepertinya itu tak pernah terlaksana. Usai pertemuan,
Indra didatangi seseorang dari bagian Rumah Tangga (RT) Istana. Ia
disodori amplop berisi Rp 25 juta.
“Saya disuruh menerima. Saya nggak tahu tujuan amplop ini. Belakangan
saya tahu, supaya saya mengikhlaskan kematian anak saya dan melupakan
kasusnya,” katanya.
Dicegah
Untuk aksi jalan kaki kedua ini, Indra membawa sejumlah perbekalan, di
antaranya, ponsel, sejumlah uang untuk kebutuhan selama di jalan dan
spanduk berisi hujatan kepada pemerintah. “Aksi Jalan Kaki
Malang-Jakarta… 18 Tahun Mencari Keadilan Korban Kebohongan Presiden….
Saya Tidak Butuh Amplop…” begitu bunyi sebagian kalimat yang tertera di
punggung Indra.
Kabar mengenai aksi kedua kali ini diduga sudah terdengar Jakarta. Ini
dibuktikan dengan telepon Denny Indrayana kepada Kapolresta Malang, AKBP
Agus Salim.
Dalam perbincangan singkat antara Denny dengan Agus melalui ponsel,
tersiar kabar Denny melarang kepergian Indra ke Jakarta. “Tadi Denny
telepon Kapolres, ia (Denny) meminta saya membatalkan rencananya,” kata
Indra yang tetap nekat melanjutkan aksinya.
Namun, keberangkatan Indra pun tertunda. Kapolresta Malang kemarin
membawanya ke Surabaya untuk bertemu Kapolda Jatim Irjen Badrodin Haiti,
dan Pangdam V/Brawijaya Mayjend TNI Gatot Normantyo. “Bapak Kapolda dan
Pangdam ingin ketemu dengan Indra,” kata Kapolres.
Saat pertemuan bersama Kapolda, Pangdam, serta beberapa pejabat seperti
Direskrim dan Kabid Humas Polda Jatim, serta Kepala Oditur Militer dan
Kakum Dam V/Brawijaya, Indra diyakinkan bahwa polisi tidak akan
menghalangi keinginannya berangkat ke Jakarta. Permasalahan yang
dihadapi Indra juga bisa diselesaikan tanpa harus berangkat ke Jakarta.
”Kami sebenarnya sudah memberi sanksi (kepada Kompol Joko, red), tapi
kami perlu tahu dulu tidak puasnya di mana? Biar kami yang menyelesaikan
dan tidak perlu berangkat ke Jakarta,” ujar Kombes Pudji Astuti, Kabid
Humas Polda Jatim.
Penuturan Indra, dari pertemuan itu, ia dibuatkan perjanjian tertulis
bahwa Kapolda dan Pangdam akan menyelesaikan kasus kematian Rifki dalam
waktu tiga bulan.
Wasiat
Di sisi lain, Indra mengaku sudah membuat surat wasiat jika terjadi hal
buruk menimpanya dalam perjalanan ke Jakarta. “Saya takut seperti Munir.
Saya takut nyawa saya terancam,” katanya.
Dalam wasiat itu, Indra menulis jika sesuatu yang buruk menimpa hingga
menyebabkan dirinya meninggal, dia berpesan agar mayatnya tidak
dimandikan dan tidak dikafani. “Jika saya tewas dalam perjalanan, bawa
mayat saya ke Istana. Jangan dibawa pulang (ke Kota Malang) untuk
dimandikan, disalati, dan dikuburkan dengan kain kafan. Saya hanya ingin
dibawa ke Istana. Bawa ke hadapan SBY,” tutur Indra.
Untuk Alm. Ananda RIFKI ANDIKA, Kami selalu akan mengenangmu...
Untuk Ayahanda RIFKI ANDIKA; Bpk. INDRA AZWAN Kami selalu mendukung setiap langkah kakimu mencari keadilan !!!
Telepon
0818539992
Situs Web
http://sangpencarikeadilan.blogspot.com
Waduh...
jadi kalau di istana.. tinggal bicara " tolong diperhatikan (kasusnya)", berarti uanglah yang berbicara dan memerhatikan.
ckckck...