Dari penelitian genetik, cheetah Iran yang sangat terancam punah
ternyata merupakan satu-satunya subspesies unik cheetah tua Asia yang
tersisa. Ia termasuk ke dalam subspesies Acinonyx jubatus (A.j.)
venaticus.
Dari perbandingan DNA antara spesies cheetah, diketahui bahwa cheetah Asia berpisah dengan cheetah lain yang tinggal di Afrika, pada 30 ribu tahun yang lalu.
Temuan ini melengkapi temuan yang diumumkan pada tahun 1990-an yang menyebutkan bahwa cheetah yang ada di kawasan selatan Afrika (Acinonyx jubatus jubatus) dan cheetah yang ada di kawasan timur Afrika (Acinonyx jubatus raineyi) merupakan sub spesies yang berbeda.
Sebagai informasi, cheetah awalnya dapat ditemukan di 44 negara di Afrika. Saat ini, hanya 29 negara saja yang memiliki cheetah. Sepanjang sejarahnya, cheetah juga tersebar mulai dari kawasan barat daya Asia sampai Asia tengah. Namun kini cheetah Asia cuma ada di Iran.
Pada penelitian, Pamela Burger, dokter dari University of Veterinary Medicine in Vienna, Austria dan timnya bekerjasama dengan Department of Environment Iran serta kelompok konservasi kucing liar, Panthera untuk mengamati cheetah Iran lebih dekat.
“Dari data yang kami dapat, terbukti bahwa cheetah Iran mewakili subspesies Asia yakni A.j. venaticus karena memiliki profil genetik serupa dengan spesimen yang berasal dari barat laut Iran pada tahun 800 - 900 kalender Hebrew,” kata Burger, seperti dikutip dari BBC, 28 Januari 2011.
Peneliti juga berhasil menemukan perbedaan cheetah iran dengan cheetah terdekat dari kawasan timur laut Afrika yang dikonfirmasi sebagai A.j. soemmeringii.
Saat ini, diperkirakan hanya tersisa antara 60 sampai 100 ekor cheetah Iran dengan kurang dari separuhnya yang berada di usia subur. Rendahnya populasi cheetah ini sudah masuk ke daftar merah International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN).
“Implikasi dari penemuan kami adalah pada manjemen konservasi yang perlu kita lakukan di masa depan,” kata Burger. “Jika tujuannya adalah untuk melestarikan biodiversity, subspesies cheetah ini tidak boleh dicampur,” ucapnya.
Sayangnya, cheetah Iran mengalami berbagai masalah mulai dari perburuan berlebihan terhadap mangsa mereka, degradasi habitat, sampai ke perburuan liar atas cheetah itu sendiri. Untuk itu, peneliti meminta cheetah Iran harus dilestarikan untuk melindungi masa depan cheetah pada umumnya.
Dari perbandingan DNA antara spesies cheetah, diketahui bahwa cheetah Asia berpisah dengan cheetah lain yang tinggal di Afrika, pada 30 ribu tahun yang lalu.
Temuan ini melengkapi temuan yang diumumkan pada tahun 1990-an yang menyebutkan bahwa cheetah yang ada di kawasan selatan Afrika (Acinonyx jubatus jubatus) dan cheetah yang ada di kawasan timur Afrika (Acinonyx jubatus raineyi) merupakan sub spesies yang berbeda.
Sebagai informasi, cheetah awalnya dapat ditemukan di 44 negara di Afrika. Saat ini, hanya 29 negara saja yang memiliki cheetah. Sepanjang sejarahnya, cheetah juga tersebar mulai dari kawasan barat daya Asia sampai Asia tengah. Namun kini cheetah Asia cuma ada di Iran.
Pada penelitian, Pamela Burger, dokter dari University of Veterinary Medicine in Vienna, Austria dan timnya bekerjasama dengan Department of Environment Iran serta kelompok konservasi kucing liar, Panthera untuk mengamati cheetah Iran lebih dekat.
“Dari data yang kami dapat, terbukti bahwa cheetah Iran mewakili subspesies Asia yakni A.j. venaticus karena memiliki profil genetik serupa dengan spesimen yang berasal dari barat laut Iran pada tahun 800 - 900 kalender Hebrew,” kata Burger, seperti dikutip dari BBC, 28 Januari 2011.
Peneliti juga berhasil menemukan perbedaan cheetah iran dengan cheetah terdekat dari kawasan timur laut Afrika yang dikonfirmasi sebagai A.j. soemmeringii.
Saat ini, diperkirakan hanya tersisa antara 60 sampai 100 ekor cheetah Iran dengan kurang dari separuhnya yang berada di usia subur. Rendahnya populasi cheetah ini sudah masuk ke daftar merah International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN).
“Implikasi dari penemuan kami adalah pada manjemen konservasi yang perlu kita lakukan di masa depan,” kata Burger. “Jika tujuannya adalah untuk melestarikan biodiversity, subspesies cheetah ini tidak boleh dicampur,” ucapnya.
Sayangnya, cheetah Iran mengalami berbagai masalah mulai dari perburuan berlebihan terhadap mangsa mereka, degradasi habitat, sampai ke perburuan liar atas cheetah itu sendiri. Untuk itu, peneliti meminta cheetah Iran harus dilestarikan untuk melindungi masa depan cheetah pada umumnya.