Para "wisatawan" Nazi sedang mengagumi keindahan kota Paris, 30 Juni 1940
Jalan-jalan pagi di deket Menara Eiffel emang nyoss banget! Saya coba deh "mengidentifikasi" orang-orang yang ada di foto ini, dari kiri ke kanan: Joachim von Ribbentrop (sedikit ngelepot), Karl Wolff, Max Wünsche (belakang), Hermann Giesler, au ah gelap, Wilhelm Brückner, Albert Speer, Karl Brandt, Adolf Hitler, Martin Bormann, Arno Breker dan au ah gelap (yang jelas bukan Heinrich Himmler!)
Tak diragukan lagi, foto paling terkenal dari perjalanan Hitler ke Paris adalah foto di atas, dimana sang Führer berpose dengan latar belakang Menara Eiffel. Di sampingnya adalah arsitek Albert Speer (kiri) dan pematung Arno Breker
“Semenjak Stalingrad aku telah menjadi seorang komandan yang
malang. Aku selalu bernasib harus melindungi bagian belakang dari
tentara Jerman, dan setiap kali pula aku diharuskan merusakkan kota yang
aku tinggali," kata General der Infanterie Dietrich von Choltitz. "Dan
sekarang aku akan terkenal dalam sejarah sebagai orang yang
menghancurkan Paris.”
Itu ucapan von Choltitz sebagai
pemegang komando militer Jerman di Paris saat kota ini diambang
kejatuhannya ke tangan Sekutu, soalnya antara tanggal 19-20 Agustus 1944
ia memperoleh perintah pribadi dari Adolf Hitler untuk mempertahankan
Paris hingga saat terakhir dengan merusakkan semua jembatan di atas
Sungai Seine yang membelah kota, serta menghancur-lantakkan
bangunan-bangunan terkemuka di kota tersebut.
Karena tidak
kunjung ada ujud pelaksanaannya, Hitler pun mengulangi perintah yang
sama kepada Kepala Staff Tentara Grup B, Generalmajor Hans Speidel pada
tanggal 23 Agustus 1944, yang notabene adalah bawahan von Choltitz.
Hanya satu hal yang tidak diketahui oleh Hitler, bahwasanya kedua
jenderal ini adalah pecinta berat kota Paris yang sarat dengan
peninggalan bersejarah, dan bahkan keduanya pun fasih berbahasa Prancis!
Mereka berdua telah sepakat secara pribadi jauh sebelum pendaratan
Sekutu di Normandia bahwa apa pun yang terjadi, mereka akan berupaya
untuk tidak menghancurkan kota Paris.
Memang Paris
tidak jadi dihancurkan dan keindahannya masih bisa kita nikmati hingga
saat ini, dan ini berkat upaya diplomasi konsul Swedia Raoul Nordling
yang menjadi penengah antara pasukan Sekutu dan Jerman sebagai pihak
yang kalah. Jenderal von Choltitz menyerah bersama pasukannya pada
tanggal 24 Agustus 1944 ke tangan Sekutu. Hitler pun murka lalu
memerintahkan agar Paris dihujani bom terbang V-1 dari udara dan
mortir-mortir raksasa 88 mm, tetapi kembali perintah ini digagalkan oleh
General der Infanterie Günther Blumentritt (yang ternyata juga
lagi-lagi pecinta berat kota Paris!) dengan alasan rasional, yaitu demi
strategi militer ketimbang membuang amunisi percuma yang logistiknya
kian terbatas. Setidaknya itu yang dikatakan kemudian hari oleh seorang
jenderal Jerman lain, bernama Bodo Zimmermann.
Paris
sungguh memiliki pesona luar biasa bagi siapa pun. Sejarah pun mencatat
bahwa empat tahun sebelumnya seorang Adolf Hitler dengan rombongan
kecilnya melakukan kunjungan wisata dadakan menembus kabut yang masih
menyelimuti kota. Hal itu dilakukannya sehari sesudah Prancis menyerah,
yakni tanggal 30 Juni 1940 tepat pukul 06.00 pagi.
Seorang
penjaja koran di Place de l’Opera terpaku dan tidak mempercayai matanya
sendiri ketika ia melihat Hitler, sang Penakluk Prancis, berdiri tidak
jauh dari dirinya dan berlaku bak seorang wisatawan dengan rombongannya.
Tapi seorang wanita Paris lainnya begitu terkejut dan masih sempat
tergesa lari bak melihat hantu sambil berteriak, ” Ya Tuhan, dia ada
disini “. Kita bisa memahami keterkejutan warga Paris ini, soalnya baru
sehari negerinya diduduki dan keesokan harinya sang penakluk berdiri
dihadapan mereka. Hitler datang bersama para ajudan, pengawal
bersenjata, dan uniknya ia membawa serta pula dua seniman kesayangannya
yaitu arsitek Albert Speer dan pematung Arno Breker. Ini karena buat
dirinya, selain merupakan perjalanan kemenangan pribadi juga semacam
wisata budaya.
Kunjungan singkat dan rahasia itu hanya
berlangsung 3 jam dan terkesan acak-acakan jika dilihat dari
tempat-tempat bersejarah yang dikunjungi serta jalur yang dilalui. Dari
Gedung Opera dimana dengan bangga ia mengatakan bahwa ia tahu ada sebuah
ruang yang hilang setelah berkunjung ke bagian dalam gedung, ternyata
benar karena ruangan itu sudah ditutup dengan tembok pada renovasi
sebelumnya ; maklum Hitler amat fasih dengan arsitektur gedung
bersejarah ini. Lalu rombongan kecil itu kemudian melaju ke Madeleine,
mengelilingi Arc de Triomphe kemudian berhenti dekat Menara Eiffel.
Kemudian dilanjutkan dengan mengunjungi makam Napoleon Bonaparte di Les
Invalides. Di makam ini sambil menatap peti jenazah dari batu porfiri,
tempat sang Penakluk Eropa terakhir terbaring, Hitler bergumam, “ Inilah
saat yang paling indah dalam hidupku.”
Perjalanan
kemudian dilanjutkan untuk singgah sejenak di Pantheon, Hotel de Ville
dan gereja Sacre-Coeur. Lalu kemudian mereka melaju ke bandar udara Le
Bourget sekitar pukul 09.00, dimana di sana ia sudah ditunggu lalu
dikerumuni oleh para prajurit Jerman yang mengaguminya. Hitler terlihat
santai dan riang ketika berdialog dengan mereka sebelum terbang pulang
ke markas besarnya. Bahkan tercatat pula selama perjalanan pulang
seperti banyak wisatawan lainnya, ia pun merasa gembira. Hari itu Adolf
Hitler bak seorang wisatawan yang melakukan paket kunjungan ke 10 kota
sekaligus!
Jadi ada dua perintah kontradiktif yang
pernah ia berikan, yaitu untuk menghancurkan kota Paris ketimbang jatuh
ke tangan Sekutu, yang besar kemungkinan lebih disebabkan keterdesakan
nan sangat baik di Front Barat setelah Pendaratan Normandia, maupun di
Front Timur ketika pasukannya babak belur harus menarik diri dari Rusia.
Soalnya dalam banyak kesempatan jika berdiskusi soal seni, Hitler kerap
menyatakan kecintaannya pada Kota Paris ketimbang Kota Wina saat ia
menggelandang hidup sengsara dengan gaya bohemian pada tahun 1930-an.
http://alifrafikkhan.blogspot.com/2010/07/perjalanan-wisata-adolf-hitler-ke-kota.html