Dari pada
“jajan seks” dan berdosa, lebih baik pelihara budak seks. Anda dapat
mengambil tawanan perempuan Rusia di Chechnya. Itulah komentar
kontroversial aktivis perempuan Kuwait, Salwa al Mutairi. Mantan calon
anggota parlemen itu dikecam habis karena komentarnya tersebut.
Budak
seks, menurutnya, jauh lebih baik agar laki-laki Kuwait tidak berzina.
Dengan memiliki budak seks, mereka terhindar dari godaan perempuan yang
bukan istrinya. Salwa al Mutairi menyarankan budak seks bisa diambil
dari tahanan perempuan dari negara-negara yang terlibat perang.
Menurut
dia, “berbelanja” tawanan perang bisa dilakukan di Chechnya. “Di sana
pasti banyak tawanan perempuan Rusia. Jadi pergilah ke sana, beli mereka
lalu jual di Kuwait. Itu lebih baik ketimbang melihat kaum lelaki kita
menjalin hubungan seksual terlarang,” ujarnya. Soal tawanan perang ini,
Mutairi mengajukan argumen. Dengan menjadi budak seks pria Kuwait,
katanya, perempuan-perempuan itu mendapat kehidupan yang lebih baik dan
“terhindar dari kelaparan”. “Menurut saya, tidak ada masalah dengan hal
itu. Sama sekali tidak ada masalah,” tuturnya.
“Itu
bukan hal memalukan dan bahkan tidak haram,” ujarnya dalam sebuah video
yang bisa ditonton lewat situs Youtube. Mutairi memberi contoh Haroun
al-Rasyid, pemimpin wilayah yang meliputi Iran, Irak, dan Suriah pada
abad ke-8 yang disebutnya memilki 2.000 selir.
Dia
juga menyarankan dibentuknya kantor-kantor perdagangan seks yang
dikelola seperti agen-agen penyedia pembantu rumah tangga. Menurut dia,
budak seks itu minimal harus berusia 15 tahun. Dia mengatakan, untuk
pernikahan dengan seorang perempuan bebas diperlukan sebuah kontrak.
Namun, dengan para budak seks, “lelaki hanya perlu membelinya.”