Mantan
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Muzadi,
menyatakan, Indonesia akan sulit memperoleh pemimpin yang jujur selama
proses pemilihannya masih diwarnai praktik politik uang.
“Karena ‘membeli’ dengan jujur adalah sesuatu yang paradoksal,”
katanya di Jakarta, Selasa (7/6). Ia mengemukakan, adanya praktik
politik uang, maka hak pilih rakyat bukan disalurkan dengan kesadaran
untuk mendapatkan pemimpin yang baik, melainkan rakyat menjual suaranya,
baik karena faktor kemiskinan maupun kerusakan moral kebangsaan.
“Siapakah yang mampu membeli rakyat kemudian dengan jujur
memimpin rakyat?” katanya. Ia mengemukakan, pembeli suara rakyat
biasanya orang yang sebenarnya tidak memiliki kepercayaan dari rakyat,
namun ingin jadi pemimpin melalui segala cara, termasuk menggunakan
kekuatan uang.
“Kalau Indonesia berjalan seperti ini terus, pasti menjadi
negara yang gagal,” katanya. Oleh karena itu, katanya, pembenahan
berbagai peraturan yang masih membuka celah praktik politik uang harus
dilakukan secara serius. Upaya penyadaran publik terkait bahaya praktik
politik uang dan perlunya menggunaan hak pilih secara bertanggung jawab,
katanya, juga harus digencarkan mengingat berbagai survei menunjukkan
bahwa publik begitu permisif terhadap praktik itu.
Ia mengatakan, rakyat harus menyadari bahwa Indonesia membutuhkan
pemimpin yang jujur, berani, kompeten, dan siap mengelola “Indonesia
untuk Indonesia”. Siapapun yang memenuhi keempat syarat tersebut,
katanya, pantas didukung bersama.
“Kekalutan
demi kekalutan sosial yang kemudian didera dengan goncangan alam,
karena sulitnya mendapatkan empat hal tersebut,” kata Hasyim yang juga
pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam Malang dan Depok tersebut.