Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan berbagai
nikmat kepada kita. Shalat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah,
keluarga, dan para sahabatnya.
Pada
tulisan sebelumnya, Di Antara Tanda Dekatnya Kiamat, Gempa Bumi Semakin
Marak, bahwa gempa bumi semakin banyak terjadi di akhir zaman sebagai
tanda dekatnya kiamat. Bahkan dengan skala yang sangat besar. Hal ini
berimbas kepada berubahnya aturan bumi dari arah dan waktu.
Tanda Kiamat Semakin Dekat: Masa Semakin Singkat
Oleh: Badrul Tamam
Misalnya
pada gempa bumi berukuran 8,8 Skala Richter (SR) yang mengguncang Chili
pada awal tahun lalu telah mengubah seluruh perputaran bumi dan
memperpendek usia hari, demikian penjelasan seorang ilmuwan NASA seperti
dikutip Space.com, (02 Maret 2010). Begitu juga gempa bumi 9,1
SR tahun 2004 yang memicu gelombang tsunami mematikan di Samudera
Hindia juga memperpendek hari sebesar 6,8 mikrodetik.
Sementara
gempa bumi berkekuatan 9 SR yang diikuti tsunami dasyat yang terjadi di
Jepang beberapa hari lalu, juga menggeser poros bumi sebesar 6,5 inci,
sehingga memperpendek hari sekitar 1,6 mikro detik.
Sesungguhnya fenomena semakin pendeknya hari telah dikabarkan oleh Nabi shallallau ‘alaihi wa sallam
sebelum 1400 tahun lalu. Bahwa tidak akan terjadi kiamat sehingga
–salah satunya- masa semakin singkat, waktu semakin berdekatan.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallah ‘anhu berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لا
تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقْبَضَ الْعِلْمُ ، وَتَكْثُرَ الزَّلازِلُ ،
وَيَتَقَارَبَ الزَّمَانُ ، وَتَظْهَرَ الْفِتَنُ ، وَيَكْثُرَ الْهَرْجُ
وَهُوَ الْقَتْلُ الْقَتْلُ
“Tidak terjadi hari kiamat dan sehingga dihilangkannya ilmu, banyak gempa bumi, masa semakin berdekatan (terasa singkat), banyak terjadi fitnah, dan banyak pembunuhan.” (HR. Bukhari, no. 1036)
Diriwayatkan juga dalam Musnad Ahmad (10560), dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallau ‘alaihi wa sallam bersabda:
لا
تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَقَارَبَ الزَّمَانُ ، فَتَكُونَ السَّنَةُ
كَالشَّهْرِ ، وَيَكُونَ الشَّهْرُ كَالْجُمُعَةِ، وَتَكُونَ الْجُمُعَةُ
كَالْيَوْمِ ، وَيَكُونَ الْيَوْمُ كَالسَّاعَةِ ، وَتَكُونَ السَّاعَةُ
كَاحْتِرَاقِ السَّعَفَةِ
“Tidak
akan datang kiamat sehingga waktu semakin berdekatan, setahun seperti
sebulan, sebulan seperti sejum’at, sejum’at seperti sehari, sehari
seperti sejam, dan sejam terasa hanya sekejap.” (Imam Ibnu Katsir
mengatakan: isnadnya sesuai syarat Muslim. Dishahihkan oleh Syaikh
Al-Albani dalam Shahih al-Jaami’ no. 7422)
Kedua
hadits ini menunjukkan bahwa di antara tanda-tanda dekatnya kiamat
adalah berdekatannya zaman (waktu semakin singkat dan cepat).
Mengenai
makna semakin berdekatannya zaman ini, para ulama berbeda pendapat. Di
antara makna yang paling kuat adalah bahwa berdekatannya zaman boleh
jadi berdekatan secara Hissi (inderawi) dan boleh jadi berdekatannya adalah secara Ma’nawi (non inderawi).
Berdekatan waktu secara Ma’nawi
adalah dengan hilangnya barakah pada waktu/zaman tersebut. Ini sudah
terjadi sejak beberapa tahun yang lalu. Sehingga Ibnul Hajar rahimahullah mengatakan, “Hal ini telah kita jumpai pada masa sebelumnya.”
Pendapat ini adalah yang dipilih oleh Imam al-Qadhi ‘Iyaad, Imam Nawawi, dan al-Hafidz Ibnul Hajar rahimahumullah.
(Periksa: Ma’alim al-Sunan oleh al-Mundziri: 6/141-142, Jami’ al-Ushul
oleh Ibnul Atsir: 10/409, dan Fathul Baari: 13/16 –dinukil dari Asyraath
al-Sa’ah, Yusuf al-Wabil: 142)
Imam al-Nawawi rahimahullah berkata,
“Maksud dengan menjadi pendeknya adalah tidak adanya barakah di
dalamnya. Sedangkan pekerjaan yang dihasilkan satu hari kadarnya seperti
yang dihasilkan satu jam.”
Al-Hafidz Ibnul Hajar rahimahullah mengatakan,
“Dan pendapat yang benar, maksudnya hilangnya barakah dari segala
sesuatu sampai pada zaman (waktu), dan itu termasuk bagian dari tanda
dekatnya kiamat.”
Dan
di antara makna singkatnya waktu secara ma’nawi adalah mudahnya
hubungan antara sesama manusia yang berada di tempat yang berjauhan.
Dengan canggihnya alat transportasi modern, jarak yang dahulu bisa
ditempuh berbulan-bulan, namun sekarang bisa dituju hanya dengan
beberapa jam saja. Dan pendapat inilah yang disampaikan oleh Syaikh Ibnu
Bazz rahimahullah dalam ta’liqnya terhadap Fathul Baari (2/522).
Sedangkan berdekatannya zaman secara Hissi,
maknanya secara hakiki atau yang sebenarnya. Hari semakin pendek secara
inderawi. Waktu siang dan malam berjalan dengan cepat. Ini sudah
terjadi pada zaman kita setelah terjadinya beberapa gempa bumi besar dan
akan semakin terasa untuk waktu yang akan datang insya Allah.
Kejadian
ini bukan hal mustahil. Ini dikiaskan dengan zaman Dajjal yang satu
hari bisa seperti satu tahun, satu bulan, dan satu pekan panjangnya.
Sebagaimana hari bisa berubah menjadi lama, maka ia bisa juga berubah
menjadi pendek, hal itu terjadi ketika tatanan bumi ini sudah rusak dan
mendekati masa kehancurannya. (Lihat Mukhtashar Sunan Abu Dawud 6/142,
dan Jami’ al-Ushul 10/409 dengan tahqiq Abdul Qadir al-Arnauth)
Imam
Abu Hamzah(wafat: 695 H.) berkata : “Boleh jadi yang dimaksud dengan
berdekatannya zaman ialah jangka waktu itu menjadi pendek sebagaimana
disebutkan dalam hadits: “Tidak akan datang hari kiamat sehingga masa
setahun itu seperti sebulan”. Dengan demikian, perpendekan waktu itu
boleh jadi bersifat hissi dan boleh jadi bersifat ma’nawi. Yang bersifat hissi hingga sekarang belum nampak (yakni pada zaman beliau,-pent), mungkin baru akan terjadi ketika kiamat sudah dekat.
Adapun
yang bersifat ma’nawi sudah terjadi, dan hal ini dapat dirasakan oleh
orang-orang yang memiliki pengetahuan agama dan yang memiliki perhatian
dan kejelian terhadap urusan duniawi. Hal ini dapat dijumpai ketika
mereka tidak lagi dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan-pekerjaan
yang sebelumnya dapat mereka selesaikan dengan porsi waktu yang sama.
Mereka mengeluh hal itu, tetapi tidak mereka ketahui sebabnya. Hal ini
boleh jadi disebabkan lemahnya keimanan karena banyaknyan perkara dan
praktik hidup yang bertentangan dengan syara’ dalam pelbagai aspek. Dan
lebih parah lagi dalam masalah makanan, di antaranya ada yang haram
melulu dan ada pula yang syubhat. Juga banyak pula orang yang tidak
memperdulikan cara mencari harta apakah dengan jalan halal atau dengan
jalan haram, yang penting mendapatkan hasil yang banyak.
Pada
kenyataannya, barakah pada waktu, rizki, dan tanaman itu hanya
diperoleh dengan iman yang kuat, mengikuti perintah Allah, dan menjauhi
larangan-Nya. Allah berfirman.
وَلَوْ
أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ
بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ
بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Kalau
penduduk suatu negeri benar-benar beriman dan bertaqwa, niscaya Kami
bukakan bagi mereka barakah-barakah dari langit dan dari bumi.” (QS. Al-A’raf: 96) Wallahu Ta’ala a’lam. [PurWD/voa-islam.com]