Meski sebelumnya para peneliti yakin, mimpi hanya berwarna hitam dan putih, kini mereka tahu mimpi itu berwarna-warni. Namun, bagaimana dengan mimpi orang buta warna?
Mimpi orang buta warna tergantung pada saat orang tersebut menjadi buta warna. Menurut buku ‘Colour Blindness: Causes and Effects,’ karena manusia memimpikan apa yang mereka tahu, orang yang buta warna setelah lahir bisa ‘melihat’ warna di mimpi.
Namun, orang-orang yang lahir buta warna sepenuhnya, dan hanya bisa melihat lingkungan dalam warna hitam putih serta nuansa abu-abu, tak mengetahui seperti apa warna itu.
Karenanya, pikiran orang-orang ini tak memiliki kenangan mengenai seperti apa mimpi yang berwarna-warni itu. Buta warna total merupakan suatu kondisi visual yang juga dikenal sebagai kekurangan penglihatan warna total (CVD) atau achromatopsia.
Menurut National Library of Medicine (NLM), CVD merupakan kondisi yang sangat langka dan hanya mempengaruhi satu dari 30 ribu orang di seluruh dunia. Cacat visi warna merah-hijau (kondisi sulit membedakan warna merah dan hijau) jauh lebih umum.
Menurut buku ‘Colour Blindness: Causes and Effects,’ 99% orang buta warna termasuk dalam kondisi ini. Menurut NLM, di antara populasi keturunan Eropa Utara, cacat visi warna merah-hijau terjadi pada 8% pria dan 0,5% wanita.
Seorang pengidap cacat visi warna merah-hijau akan bermimpi dalam warna yang sama dengan warna saat ia terbangun. Misalnya, dalam mimpi pengidap ini, bendera Amerika akan tampak bergaris hijau lumut, bukan merah.
Pada 1950 menurut studi 2002 profesor filosofi Eric Schwitzgebel di University California, meski kedua studi membuktikan mimpi memiliki warna, peneliti mimpi umumnya yakin, orang hanya bermimpi dalam warna hitam dan putih.
Makin terkenalnya film hitam dan putih pada 1950-an serta peningkatan keterjangkauan televisi hitam dan putih mungkin memainkan peran dalam fenomena ‘orang dengan pandangan penuh’ memiliki mimpi orang buta warna.
“Pada pertengahan abad kedua puluh, media film hitam dan putih marak. Kemungkinan besar, munculnya pandangan mimpi hitam dan putih terkait perubahan teknologi film ini,” ungkap Schwitzgebel dan studi yang diterbitkan dalam jurnal Studies in History and Philosophy of Science.
Pada 1960, ketika media mulai bergeser ke warna-warni, laporan mimpi hitam dan putih makin langka. Hal ini menunjukkan, hal-hal yang diamati orang-orang di siang hari ‘sampai pada ruang mimpi’ mereka.
“Kini, laporan orang bermimpi dalam warna hitam putih seperti film lama sangatlah jarang,” kata psikolog dan ahli mimpi Deirdre Barrett di Harvard Medical School. Jika mereka tak buta warna, hal ini kemungkinan disebabkan terlalu lama menonton film-film lama.
Barrett mencatat, jika Anda tak dapat mengingat warna dalam mimpi, bukan berarti Anda bermimpi dalam warna hitam dan putih. Beberapa orang mungkin fokus pada warna dalam mimpi namun lainnya tidak memperhatikannya.
Persepsi selektif semacam ini serupa dengan bagaimana orang yang berbeda melihat dunia nyata, ungkap Barrett. “Jika saya meminta Anda menggambarkan sesuatu yang terjadi dua hari yang lalu, Anda mungkin tak memasukkan warna dalam insiden itu,” lanjutnya.
Jika saya bertanya pada Anda, warna apa yang dipakai seseorang, Anda mungkin bisa menjawabnya atau tidak. “Warna tak selalu menjadi bagian penting dari suaru kejadian”. Kejadian-kejadian mungkin cenderung pada aspek interpersonal, seperti navigasi atau upaya mencapai suatu tempat. “Sementara di lain waktu, warna sangat signifikan pada apapun yang kita lakukan dan lihat,” tutupnya.
Sumber