Sickle Cell Trait (SCT), meski langka, diperkirakan bisa
menjadi penyebab kematian mendadak para atlet Afro-Amerika. Khususnya
saat mereka sedang berlatih atau bertanding. Temuan ini dipaparkan oleh
ilmuwan pada ajang American College of Cardiology Scientific Sessions,
di New Orleans, 1 sampai 3 April lalu.
SCT, yang diperkirakan menjangkiti sekitar 8 persen keturunan Afrika-Amerika yang tinggal di Amerika Serikat juga diperkirakan menjadi penyebab kematian mendadak pada proses perekrutan militer, saat para calon tentara menjalankan latihan berat.
“Semula, sickle cell trait diperkirakan merupakan kondisi yang tidak berbahaya,” kata Kevin Harris, Director of the Echocardiography Laboratory, Abbott Northwestern Hospital, Minneapolis, seperti dikutip dari Physorg, 6 April 2011.
Namun demikian, Harris menyebutkan, penelitian menunjukkan bahwa dalam kondisi fisik yang ekstrim seperti ujian perekrutan militer, sejumlah individu yang mengidap SCT berpotensi meninggal mendadak. “Ini juga ternyata terjadi di dunia olahraga,” ucapnya.
Untuk memastikan, Harris dan rekan-rekannya memeriksa data kematian mendadak para atlit selama 30 tahun terakhir yang tercatat di US National Registry of Sudden Death in Athletes.
Dari 2.387 kematian mendadak yang tercatat, diketahui bahwa 22 atlit yang meninggal memiliki SCT dengan 15 kematian di antaranya, SCT disebut-sebut sebagai penyebab utama. Mereka yang meninggal berusia rata-rata 18,5 tahun. Seluruhnya keturunan Afrika-Amerika dan 20 orang diantaranya adalah laki-laki.
Seluruh atlet meninggal saat melakukan aktivitas fisik dengan 21 orang saat melakukan latihan dan satu orang saat melakukan pertandingan. Dari 22 kematian akibat SCT, 18 di antaranya merupakan atlet sepak bola, 3 orang atlet bola basket dan seorang atlet lari.
“Kondisi lingkungan seperti panas, kelembaban, dan tingkat dehidrasi juga menjadi faktor lain yang menyebabkan kematian. Ini menggarisbawahi pentingnya istirahat dan minum bagi para atlet muda,” kata Harris. “Jika atlet terdeteksi memiliki SCT, antisipasi yang cukup harus disediakan. Staf pelatih juga harus diberi tahu,” ucapnya.
Temuan ini, menurut para peneliti, juga menegaskan pentingnya melakukan pemeriksaan terhadap atlet untuk mengetahui apakah ia memiliki SCT di tubuhnya.
Sumber
SCT, yang diperkirakan menjangkiti sekitar 8 persen keturunan Afrika-Amerika yang tinggal di Amerika Serikat juga diperkirakan menjadi penyebab kematian mendadak pada proses perekrutan militer, saat para calon tentara menjalankan latihan berat.
“Semula, sickle cell trait diperkirakan merupakan kondisi yang tidak berbahaya,” kata Kevin Harris, Director of the Echocardiography Laboratory, Abbott Northwestern Hospital, Minneapolis, seperti dikutip dari Physorg, 6 April 2011.
Namun demikian, Harris menyebutkan, penelitian menunjukkan bahwa dalam kondisi fisik yang ekstrim seperti ujian perekrutan militer, sejumlah individu yang mengidap SCT berpotensi meninggal mendadak. “Ini juga ternyata terjadi di dunia olahraga,” ucapnya.
Untuk memastikan, Harris dan rekan-rekannya memeriksa data kematian mendadak para atlit selama 30 tahun terakhir yang tercatat di US National Registry of Sudden Death in Athletes.
Dari 2.387 kematian mendadak yang tercatat, diketahui bahwa 22 atlit yang meninggal memiliki SCT dengan 15 kematian di antaranya, SCT disebut-sebut sebagai penyebab utama. Mereka yang meninggal berusia rata-rata 18,5 tahun. Seluruhnya keturunan Afrika-Amerika dan 20 orang diantaranya adalah laki-laki.
Seluruh atlet meninggal saat melakukan aktivitas fisik dengan 21 orang saat melakukan latihan dan satu orang saat melakukan pertandingan. Dari 22 kematian akibat SCT, 18 di antaranya merupakan atlet sepak bola, 3 orang atlet bola basket dan seorang atlet lari.
“Kondisi lingkungan seperti panas, kelembaban, dan tingkat dehidrasi juga menjadi faktor lain yang menyebabkan kematian. Ini menggarisbawahi pentingnya istirahat dan minum bagi para atlet muda,” kata Harris. “Jika atlet terdeteksi memiliki SCT, antisipasi yang cukup harus disediakan. Staf pelatih juga harus diberi tahu,” ucapnya.
Temuan ini, menurut para peneliti, juga menegaskan pentingnya melakukan pemeriksaan terhadap atlet untuk mengetahui apakah ia memiliki SCT di tubuhnya.
Sumber