Sosok
misterius itu muncul beberapa saat sebelum Merapi memuntahkan isi
perutnya, Selasa (26/10/2010) lalu. Ponimin –orang yang diminta GKR
Hemas menjadi juru kunci Merapi menggantikan Mbah Maridjan– dan istrinya
sedang duduk di ruang tamu rumahnya yang terletak di Dusun Kinahrejo
atau kurang lebih 100 meter dari rumah Mbah Maridjan.
Ponimin, 50-an tahun, memegang gepokan uang sebesar Rp 25 juta. Dari
jumlah itu, Rp 15 juta diberikan isterinya untuk membayar hutang bisnis
kayu yang ditekuninya selama ini. Sedangkan sisanya, Rp 10 juta baru
saja akan dimasukkan ke tas ketika suara gemuruh tedengar dari Merapi.
Ponimin dan istrinya bangkit dari duduknya. Bukan untuk mengungsi. Ponimin bergegas menuju kebun untuk mengambil daun awar-awar dan dadap serep.
Ponimin dan istrinya bangkit dari duduknya. Bukan untuk mengungsi. Ponimin bergegas menuju kebun untuk mengambil daun awar-awar dan dadap serep.
Dua daun itu dipercaya bisa digunakan untuk tolak bala. Sedangkan istrinya, Yati, keluar rumah membaca ayat suci al Qur’an.
Saat itulah, Yati berkisah, dirinya dikejutkan kemunculan sosok
misterius. “Tiba-tiba ada sosok tua berpakaian Jawa berdiri di depan
saya. Orang itu mengatakan akan mengobrak-abrik keraton Yogya,” cerita
Yati kepada GKR Hemas yang menemuinya di rumah pengungsiannya di Dusun
Ngenthak, Kelurahan Umbulmartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman,
Kamis (28/10) siang.
Dengan sedikit gemetaran Yati pun mencegah keinginan sosok orang tua gaib itu. “Ojo (jangan),” kata Yati.
Sosok orang tua dengan api menyala-nyala di belakangnya itu kemudian
menghilang. Yati pun masuk ke dalam rumah karena dari atas Gunung Merapi
ia melihat ada api yang meluncur ke bawah. Pun Ponimin. Keduanya pun
berlindung di dalam rumahnya bersama anak-anaknya. Mereka bersembunyi di
dalam kamar.
Hawa panas tiba-tiba menerjang disertai angin kencang dan debu. Di
dalam rumah, keluarga ini masuk ke kamar dan berlindung di balik rukuh
(mukena) milik Yati.
“Kami selamat, meski api berkobar-kobar di sekeliling kami. Atap rumah beterbangan. Kaca-kaca jendela pecah,” cerita Yati.
Setelah awan panas reda, mereka bergerak ke luar rumah. Namun tanah
yang diinjak terasa panas. Mereka berhasil naik mobil di halaman rumah
yang selamat dari amukan awan panas. Namun baru berjalan beberapa meter,
ban mobil pecah karena meleleh. Mereka kembali masuk rumah.
Di dalam rumah mereka mengumpulkan tujuh bantal dan satu sajadah.
Benda-benda itulah yang kemudian dijadikan “jembatan” untuk keluar dari
rumah, menuju tempat aman.
Agak jauh dari rumah, mereka ditolong Tris, tetangganya yang juga
selamat dan kemudian dilarikan ke RS Panti Nugroho di Pakem. Rukuh yang
menyelamatkan nyawa Ponimin dan keluarganya itu kini disimpan. “Sudah
ada yang nawar Rp 40 juta. Namun tidak saya kasih,” kata Yati.
Ponimin dan keluarga memilih kini mengungsi di rumah dokter Anna Ratih
Wardhani di Dusun Ngenthak, Kelurahan Umbulmartani, Kecamatan Ngemplak,
Sleman hingga saat ini. Selama mengungsi, dokter Anna merawat luka bakar
di telapak kaki Ponimin. Akibat kedua telapak kakinya yang melepuh,
Ponimin hingga saat ini hanya bisa duduk dan berbaring di kasur.
Di pengungsian ini, Yati masih bertanya-tanya, siapa gerangan sosok
orang tua misterius yang muncul sebelum Merapi mengamuk itu.
http://tidakmenarik.wordpress.com/2010/10/29/misteri-sosok-gaib-sebelum-letusan-merapi/