Ilustrasi (Dok. Okezone)
DENPASAR- Brigadir Polisi Satu Ahmad Arief (26), anggota Poltabes Denpasar, dijatuhi hukuman 10 bulan penjara dengan masa percobaan setahun oleh pengadilan setempat, karena menggigit dan menampar istrinya.
Arief menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan dilanjutkan pembacaan vonis oleh Ketua Majelis Hakim Emmy Herawati. “Menghukum terdakwa penjara 10 bulan dengan masa percobaan satu tahun,” tegas Emmy di PN Denpasar, Senin (29/03/2010).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ni Nyoman Srigati Gejer menguraikan perbuatan terdakwa yakni tindak penganiayaan berupa menggigit dan menampar Meiko Yusrinta, sang istri. Terdakwa disidang karena bersikap kasar terhadap Meiko, wanita yang telah memberinya dua anak.
Disebutkan, Meiko dianiaya di rumahnya di Jalan Gunung Lempuyang IV/12 Monang-Maning, Denpasar Barat, pada Minggu 22 November 2009 silam. Jaksa menjerat pasal 44 ayat 4 UU KDRT, atas penganiayaan yang dilakukan saat korban pulang dari acara kondangan. “Terdakwa tidak menyukai istrinya mengenakan kalung tasbih pemberian kerabatnya,” urai jaksa.
Terdakwa juga diketahui kerap berperilaku kasar terhadap istrinya seperti menendang, memukul dan mencekik. JPU juga menguraikan terdakwa juga sering menyebut istrinya, seperti dukun sehingga meminta korban agar melepas kalungnya. Karena permintaan ditolak, terdakwa memegang kepala korban, namun ditangkis sehingga terdakwa emosi lalu mengigit tangan kiri korban hingga terluka.
Bahkan akibat perbuatan itu, anak pertamanya yang berumur 3,5 tahun jatuh dari gendongan korban. Korban kembali menampar pipi kanannya. Kendati tak sampai mengakibatkan kecacatan fisik pada dirinya, namun akibat perilaku kasar suaminya itu, membuatnya sangat takut dan trauma.
Dari fakta-fakta persidangan semua keterangan saksi dan korban maupun terdakwa saling bersesuaian. "Meminta kepada majelis hakim agar menjatuhkan pidana penjara empat bulan masa percobaan enam bulan," tegas Srigati.
Srigati beralasan menuntut terdakwa empat bulan sesuai ancaman maksimal untuk tindak pidana ringan. "Saya tidak berani menuntut lebih dari ancaman maksimalnya, salah-salah saya nanti dipra-peradilkan," dalihnya.
Rupanya, hakim punya pertimbangan lain yang justru memperberat hukuman bagi terdakwa di atas tuntutan jaksa. Usai mendengar tuntutan, Arief mengaku dapat menerima dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Sumber : Disini
Arief menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan dilanjutkan pembacaan vonis oleh Ketua Majelis Hakim Emmy Herawati. “Menghukum terdakwa penjara 10 bulan dengan masa percobaan satu tahun,” tegas Emmy di PN Denpasar, Senin (29/03/2010).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ni Nyoman Srigati Gejer menguraikan perbuatan terdakwa yakni tindak penganiayaan berupa menggigit dan menampar Meiko Yusrinta, sang istri. Terdakwa disidang karena bersikap kasar terhadap Meiko, wanita yang telah memberinya dua anak.
Disebutkan, Meiko dianiaya di rumahnya di Jalan Gunung Lempuyang IV/12 Monang-Maning, Denpasar Barat, pada Minggu 22 November 2009 silam. Jaksa menjerat pasal 44 ayat 4 UU KDRT, atas penganiayaan yang dilakukan saat korban pulang dari acara kondangan. “Terdakwa tidak menyukai istrinya mengenakan kalung tasbih pemberian kerabatnya,” urai jaksa.
Terdakwa juga diketahui kerap berperilaku kasar terhadap istrinya seperti menendang, memukul dan mencekik. JPU juga menguraikan terdakwa juga sering menyebut istrinya, seperti dukun sehingga meminta korban agar melepas kalungnya. Karena permintaan ditolak, terdakwa memegang kepala korban, namun ditangkis sehingga terdakwa emosi lalu mengigit tangan kiri korban hingga terluka.
Bahkan akibat perbuatan itu, anak pertamanya yang berumur 3,5 tahun jatuh dari gendongan korban. Korban kembali menampar pipi kanannya. Kendati tak sampai mengakibatkan kecacatan fisik pada dirinya, namun akibat perilaku kasar suaminya itu, membuatnya sangat takut dan trauma.
Dari fakta-fakta persidangan semua keterangan saksi dan korban maupun terdakwa saling bersesuaian. "Meminta kepada majelis hakim agar menjatuhkan pidana penjara empat bulan masa percobaan enam bulan," tegas Srigati.
Srigati beralasan menuntut terdakwa empat bulan sesuai ancaman maksimal untuk tindak pidana ringan. "Saya tidak berani menuntut lebih dari ancaman maksimalnya, salah-salah saya nanti dipra-peradilkan," dalihnya.
Rupanya, hakim punya pertimbangan lain yang justru memperberat hukuman bagi terdakwa di atas tuntutan jaksa. Usai mendengar tuntutan, Arief mengaku dapat menerima dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.